Skip to main content

Posts

Ketika yang Patah Tak Lagi Tumbuh

Ketika yang Patah Tak Lagi Tumbuh Ketika yang patah tak lagi tumbuh Ketika itu pula rembulan enggan bersinar Gemintang kehilangan keajaibannya Malam kian gelap merana Ketika yang pergi tak kunjung kembali Ketika itu pula hujan enggan turun Bunga-bunga kehilangan pesonanya Bumi kian hitam-putih tak berwarna Ketika yang terluka tak bisa sembuh Ketika itu pula badai enggan berhenti Seekor merpati kehilangan pasangannya Ia kian melemah sampai mati Ketika yang patah tak lagi tumbuh Aku menjadi rapuh Jakarta, 9 Februari 2024
Recent posts

18.16 di MRT

18.16 di MRT Jingga kemerahan nampak di ujung cakrawala Menampilkan siluet-siluet perumahan padat penduduk Serta kerlap-kerlip lampu gedung-gedung tinggi Di Tengah kepadatan ibukota Ingar… Aku butuh ketenangan Lelah… Aku ingin berhenti saja Rasanya, seperti menelan air liur sendiri Cita-cita kadang menenggelamkan harapan Asa dan keringat yang bercucuran tidak pernah terbayar tuntas

Sajak Bumi: Kepada Awan yang Aku Cinta

Kepada awan yang kukasihi, Terkadang memandangmu saja aku lemah. Merasa sangat tak berdaya akan kuasamu di angkasa. Kepada awan yang kusayangi, Betapa dermawannya engkau selalu mengguyurkan hujanmu padaku. Sedang aku hanya diam tak tau harus membalas apa. Kepada awan yang kucintai, Meski engkau berada nun di seberang dunia, bukan berarti aku tak boleh mencintaimu; bukan juga berarti aku tak bisa mendapatkan cinta darimu. Tata Surya, 28 Juni 2023 Dengan cinta dan kasih sayang, Bumi

Bingkai Kilas Balik

BINGKAI KILAS BALIK Binar mata kita kian menyatu Sekilas tebersit buaian waktu Berterimakasihlah kepada angin Telah menerbangkannya berlusin-lusin Lampu mercusuar itu kian berputar Padahal tak lagi ada pelaut di samudera Kepada siapakah dia berisyarat? Kepada kita yang tersandera Cilegon, 5 April 2023 Arfi K. Fitrian

Hujan yang Pergi Tanpa Pamit

  HUJAN YANG PERGI TANPA PAMIT Rintik sendu mengiringiku menulis sebuah puisi dialektis Sambil duduk di sudut kedai kopi, aku menyeruput makna-makna filosofis Hujan yang kulihat di luar jendela tak kunjung berhenti Tak pernah lelah membasahi dan memainkan hati Di tengah gempuran badai, sang hujan berkata padaku Tentang pengharapan yang tak seharusnya menerungku Benakku langsung percaya begitu saja Tanpa berpikir panjang, otakku berhenti bekerja Entah apa alasannya, tak nampak lagi tetesan air di luar Ia telah digantikan oleh sebuah bintang yang meyuar Hanya meninggalkan pertanyaan yang membuat pikiranku masai Karenanya, puisiku tak pernah selesai Yogyakarta, 1 Oktober 2022 Arfi K. Fitrian

Tentang Pilihan

Tentang Pilihan Karya: Arfi K. Fitrian   Lembayung matahari mulai meredup. Warna biru kehitam-hitaman mulai menggerayangi langit. Di pinggir pantai tepat di atas batu karang yang sudah mati, Nadia duduk terdiam menatap kosong ke arah barat. Tak ada rasa bahagia yang tertinggal dalam dirinya meskipun setitik.   Sudah enam bulan sejak sebuah tragedi menimpa orang terdekat Nadia. Memori kelam yang tidak pernah bisa dihapus dari ingatan Nadia. Kejadian yang tak meninggalkan apa pun kecuali rasa kehilangan.   Banyu namanya, pasangan sekaligus sahabat bagi Nadia untuk melakukan berbagai petualangan menyenangkan. Empat tahun yang lalu, pantai tempat Nadia berada saat ini adalah tempat pertama kali mereka bertemu secara kebetulan. Nadia yang sedang patah hati dan Banyu yang suka menyendiri. Seperti dalam dongeng, keajaiban muncul di tengah-tengah mereka. Lantas akrab dalam seketika seperti sudah saling kenal bertahun-tahun.   Sejak pertemuan pertama itu, Nadia dan Banyu mewujudkan pertemu

Hantu Masa Kecil

 Hantu Masa Kecil Oleh: Arfi K. Fitrian Langit gelap berselimut sunyi Hanya terdengar sayup-sayup lolongan rimba Angin bersilir-silir menggesek dedaunan kering Hampa… Lampu jalan setapak itu remang dan berkedip tak mau menyinari lagi; tak kuasa menahan nestapa Ia adalah potret luka dari lelaki paruh baya yang berjalan singit Sosok tak kasat mata sebening kaca, yang masih terjebak di masa lalu, muncul di hadapan lelaki itu. Sosok itu meneriakkan raungan kosong; membisikkan kata sesal yang tak ia mengerti Sosok tak kasat mata tadi semakin jelas Ia mendekat, dengan kaki melayang tak beralas Diam dan terbelalak, terhenti dan berpikir, sekilas terlintas memori kelam Otak lelaki paruh baya itu memainkan anagram Jiwanya tenggelam Kelengangan yang nyata terjadi tanpa kata Seperti tubuh renta yang dipenuhi keranta Kata maaf tak mampu lagi terucap mulutnya hanya mendecap-decap Ada sebuah noda gelap di bawah mata kemudian meruak ke seluruh aorta Seperti bayangan gelap di laci