Skip to main content

18.16 di MRT

18.16 di MRT

Jingga kemerahan nampak di ujung cakrawala
Menampilkan siluet-siluet perumahan padat penduduk
Serta kerlap-kerlip lampu gedung-gedung tinggi
Di Tengah kepadatan ibukota

Ingar…
Aku butuh ketenangan
Lelah…
Aku ingin berhenti saja

Rasanya, seperti menelan air liur sendiri
Cita-cita kadang menenggelamkan harapan
Asa dan keringat yang bercucuran
tidak pernah terbayar tuntas

Comments

Popular posts from this blog

Sajak Bumi: Kepada Awan yang Aku Cinta

Kepada awan yang kukasihi, Terkadang memandangmu saja aku lemah. Merasa sangat tak berdaya akan kuasamu di angkasa. Kepada awan yang kusayangi, Betapa dermawannya engkau selalu mengguyurkan hujanmu padaku. Sedang aku hanya diam tak tau harus membalas apa. Kepada awan yang kucintai, Meski engkau berada nun di seberang dunia, bukan berarti aku tak boleh mencintaimu; bukan juga berarti aku tak bisa mendapatkan cinta darimu. Tata Surya, 28 Juni 2023 Dengan cinta dan kasih sayang, Bumi

Hujan yang Pergi Tanpa Pamit

  HUJAN YANG PERGI TANPA PAMIT Rintik sendu mengiringiku menulis sebuah puisi dialektis Sambil duduk di sudut kedai kopi, aku menyeruput makna-makna filosofis Hujan yang kulihat di luar jendela tak kunjung berhenti Tak pernah lelah membasahi dan memainkan hati Di tengah gempuran badai, sang hujan berkata padaku Tentang pengharapan yang tak seharusnya menerungku Benakku langsung percaya begitu saja Tanpa berpikir panjang, otakku berhenti bekerja Entah apa alasannya, tak nampak lagi tetesan air di luar Ia telah digantikan oleh sebuah bintang yang meyuar Hanya meninggalkan pertanyaan yang membuat pikiranku masai Karenanya, puisiku tak pernah selesai Yogyakarta, 1 Oktober 2022 Arfi K. Fitrian

Tentang Pilihan

Tentang Pilihan Karya: Arfi K. Fitrian   Lembayung matahari mulai meredup. Warna biru kehitam-hitaman mulai menggerayangi langit. Di pinggir pantai tepat di atas batu karang yang sudah mati, Nadia duduk terdiam menatap kosong ke arah barat. Tak ada rasa bahagia yang tertinggal dalam dirinya meskipun setitik.   Sudah enam bulan sejak sebuah tragedi menimpa orang terdekat Nadia. Memori kelam yang tidak pernah bisa dihapus dari ingatan Nadia. Kejadian yang tak meninggalkan apa pun kecuali rasa kehilangan.   Banyu namanya, pasangan sekaligus sahabat bagi Nadia untuk melakukan berbagai petualangan menyenangkan. Empat tahun yang lalu, pantai tempat Nadia berada saat ini adalah tempat pertama kali mereka bertemu secara kebetulan. Nadia yang sedang patah hati dan Banyu yang suka menyendiri. Seperti dalam dongeng, keajaiban muncul di tengah-tengah mereka. Lantas akrab dalam seketika seperti sudah saling kenal bertahun-tahun.   Sejak pertemuan pertama itu, Nadia dan Banyu mewujudkan pertemu