HUJAN YANG PERGI TANPA PAMIT
Rintik sendu mengiringiku menulis sebuah puisi dialektis
Sambil duduk di sudut kedai kopi, aku menyeruput makna-makna filosofis
Hujan yang kulihat di luar jendela tak kunjung berhenti
Tak pernah lelah membasahi dan memainkan hati
Di tengah gempuran badai, sang hujan berkata padaku
Tentang pengharapan yang tak seharusnya menerungku
Benakku langsung percaya begitu saja
Tanpa berpikir panjang, otakku berhenti bekerja
Entah apa alasannya, tak nampak lagi tetesan air di luar
Ia telah digantikan oleh sebuah bintang yang meyuar
Hanya meninggalkan pertanyaan yang membuat pikiranku masai
Karenanya, puisiku tak pernah selesai
Yogyakarta, 1 Oktober 2022
Arfi K. Fitrian
Comments
Post a Comment